Senin, 25 Mei 2009

Handphone Vs Acara Resmi


Saat ini penggunaan telepon genggam (handphone) sudah menjadi kebutuhan penting sebagian masyarakat. Perangkat komunikasi nirkabel yang praktis, mudah dibawa kemana-mana, serta sangat mendukung aktivitas modern ini menjadi piranti vital dalam kehidupan kita.

Tapi pernahkah Anda merasa terganggu oleh keberadaannya?
Suatu ketika saya tengah mengkhusukkan diri shalat berjamaah di sebuah masjid. Tiba-tiba dari saku ma'mum di samping saya terdengar suara kodok. Rupanya bunyi nada dering telepon genggam tetangga sebelah. Buyarlah konsentrasi shalat saya!

Di lain waktu dalam sebuah seminar saya tengah asik memperhatikan materi nara sumber. Tiba-tiba terdengar hand phone peserta di belakang kursi yang saya duduki berbunyi. Bak seorang pengusaha yang super sibuk ia menjawab telepon orang di seberang sana dengan memberikan instruksi-instruksi bisnisnya. Kacaulah seminar hari itu.

Setidaknya ada 5 (lima) alasan mengapa orang tidak mematikan hand phone dalam acara resmi atau acara lain yang memerlukan konsentrasi :
  1. Hand phone masih baru biar dilihat orang lain,
  2. Gagap teknologi sehingga tidak mengerti bagaimana cara menonaktifkan nada dering dan menyetel mode getar,
  3. Nada dering lagu baru dan ingin didengar oleh orang lain,
  4. Sibuk atau sok sibuk,
  5. Tidak dipercaya pasangan hidupnya sehingga dapat dicek dimana ia berada.
Alasan selain hal-hal di atas biasanya mereka lupa. Adalah tugas seorang pembawa acara mengingatkan hadirin agar menonaktifkan handphone sebelum acara dimulai. Hal ini bertujuan agar acara berlangsung khidmat, lancar, dan seluruh hadirin merasa nyaman serta memperoleh manfaat maksimal dari acara tersebut.

Dalam sebuah acara resmi himbauan dapat ditempatkan sebagai pra acara, sedangkan dalam acara yang setengah resmi dapat disampaikan di sela-sela pembukaan. Penggunaan telepon genggam disarankan agar dilakukan pada acara rehat. Sehingga acara tidak terganggu dan bisnis pun tetap berjalan lancar.

Dan yang tidak boleh lupa yakinkan bahwa handphone pembawa acara terlebih dulu dimatikan. Jangan-jangan ketika hand phone hadirin telah nonaktif malah terdengar lagu "Belah Duren"-nya Julia Perez dari saku pembawa acara. Wah, gawat nih! Bisa-bisa honor dipotong, deh!

Jumat, 22 Mei 2009

Menjadi MC Sukses


Janganlah memulai bisnis dari yang sudah kau ketahui karena hanya akan menghasilkan sesuatu yang biasa kau dapatkan. Tapi mulailah dari yang belum kau ketahui sebab akan diperoleh hasil yang kau impikan.
(James Gwee)


Begitu kalimat yang berkesan di hati saya setelah mengikuti seminar James Gwee di hotel Swiss Belhotel Borneo Samarinda pada hari Sabtu, 16 Mei 2009. Sebuah kalimat yang awalnya terasa aneh buat saya. Bagaimana bisa saya harus memulai pekerjaan jika saya tidak mengerti apa yang harus saya kerjakan? Pada siapa saya bertanya? Dan bagaimana cara mengerjakannya?

Ternyata pertanyaan dalam hati kecil saya itu pokok persoalannya. Jika mengerjakan sesuatu dari yang sudah kita ketahui hasilnya ya sebatas pengetahuan yang kita punya. Tidak lebih! Jika saya menjadi MC hanya berdasarkan pengetahuan saya yang terbatas. Maka hasilnya pun pasti cuma sebatas itu.

Saya mencoba menarik benang merah dari kalimat di atas dengan minat saya. Untuk menjadi pembicara yang berhasil dan selalu meningkat, ada tiga hal yang harus saya lakukan. Yang pertama, tetapkan target apa yang akan saya dapat (what). Misalnya saya ingin menjadi pembicara yang hebat, menjadi pembawa acara yang hebat. Keinginan tersebut tidak akan tercapai jika saya hanya puas dengan pengetahuan yang saya punya saat ini. Saya harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk mewujudkan impian tersebut.

Yang kedua, saya harus mencari pembicara sukses tempat saya bertanya (who). Prinsip kedua ini adalah prinsip untuk selalu belajar dari orang lain yang lebih dahulu sukses. Menjadikan ia sebagai mentor/guru untuk belajar dan mengetahui segala hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Yang ketiga, dari orang tersebut saya mencari tahu bagaimana (how) caranya menjadi pembicara yang baik. Jika kita sudah mendapatkan orang yang tepat untuk tempat bertanya maka tanyakan apa yang kita inginkan. Tentu saja pertanyaan ini harus fokus pada apa yang ingin kita ketahui serta tujuan yang akan kita capai. Adalah membuang-buang waktu jika kita sudah ketemu nara sumber tapi justru membicarakan sesuatu yang tidak penting. Akibatnya kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman mereka hilang percuma.

Nah setelah tahu targetnya apa, sudah ketemu orang yang pantas dijadikan referensi, mendapatkan cara yang tepat untuk mencapai tujuan, tinggal kita kerahkan segala potensi sehingga apa yang kita impikan menjadi kenyataan.

Ternyata semakin kita belajar semakin banyak yang tidak kita ketahui. Makanya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar perlu belajar dan berlatih yang lebih banyak lagi. So, mari kita mencari teman orang sukses, biar kita tahu bagaimana cara menjadi orang sukses, dan kita pun ketularan sukses.
Thank's Mr. James!

Selasa, 19 Mei 2009

Membangun Percaya Diri


It's not about the size of a man, but the size of his heart that's matter... (Evander Holyfield)

Suatu ketika mahasiswa di kelas saya bertanya,"Pak gimana sih caranya agar tidak minder bicara di depan orang? Apalagi di depan pejabat atau audiens yang banyak seperti ketika menjadi MC?"

Pertanyaan ini menjadi pertanyaan banyak orang yang mungkin kurang pede untuk menjadi 'public speaker'.
Saya pun jadi ingat ketika pertama kali saya membawakan acara pengajian di kampung waktu saya kelas dua SMP. Saat itu saya harus menjadi MC tingkat kelurahan dengan bahasa Jawa halus pula. Begitu naik panggung dan mengucapkan 'assalamualaikum' tenggorokan terasa kering. Keringat dingin membasahi tengkuk. Badan sedikit bergetar. Saya mencoba mengatur nafas dan menenangkan diri. Sesaat terbayang kata bapak saya, "Kalau kamu sudah jadi MC anggap semua orang tidak lebih pandai dari kamu. Di situ kamulah bintangnya!".

Saya lihat ada beberapa hadirin duduk lesehan bersandar di pohon pisang. Seketika saya berfikir ah, mereka tidak beda jauh sama pohon pisang itu. Mereka cuma bisa diam mendengarkan saya. Sedangkan saya berdiri gagah di sini berbicara di hadapan mereka. Begitu saya membesarkan hati saya. Cara ini ternyata berhasil. Alhamdulillah saya bisa membawakan acara tersebut sampai selesai. Sejak itu saya bisa lebih cepat menguasai diri ketika harus berbicara di depan publik.

Erbe Sentanu penggagas Quantum Ikhlas dalam seminar dan pelatihan di hotel Pacific Balikpapan tanggal 9-10 Mei 2009 pun menyampaikan hal yang sama. Bahwa kekuatan hati merupakan modal dasar untuk memperoleh kebahagiaan hidup.

Begitu pula dalam dunia kepranatacaraan, untuk menjadi pembicara yang sukses mengalahkan diri sendiri merupakan modal utama. Seorang juara dunia seperti Evander Holyfield pun sangat yakin bahwa kemenangannya lebih banyak ditentukan oleh ukuran hatinya melebihi berat badannya. Mental, keberanian, dan semangat bertanding yang membara akan membangkitkan serta meningkatkan kekuatan dan akurasi pukulan. Akhirnya sabuk juara dunia pun diraih.
Semoga sukses.

Rabu, 13 Mei 2009

Cermat Memilih Kalimat


Menjadi MC memang susah-susah mudah. Susah jika kita tidak memahami apa dan bagaimana tata cara menjadi MC yang baik. Mudah jika kita telah memiliki pengetahuan yang cukup serta didukung oleh pengalaman yang memadai.

Untuk menjadi MC yang baik, salah atu keterampilan yang harus dimiliki adalah kecermatan memilih kalimat yang diucapkan ketika membawakan suatu acara. Peribahasa mengatakan "Bahasa menunjukkan bangsa". Kecermatan seorang pembawa acara memilih kata, frase, dan kalimat serta menuturkannya secara tepat akan menempatkan kelasnya.

Beberapa kalimat yang tidak tepat diucapkan seorang MC misalnya;
  1. Untuk mempersingkat waktu, acara segera dimulai.
  2. Kepada beliau waktu dan tempat dipersilakan.
  3. Menginjak (melangkah) acara berikutnya laporan ketua panitia.
  4. Tibalah saatnya pada acara yang dinanti-nantikan.
  5. Hadirin sekalian, marilah acara kita buka/tutup dengan...
  6. Untuk selanjutnya mike saya serahkan kepada nara sumber.
Satuan waktu merupakan sebuah kesepakatan yang tidak bisa diubah. Satu menit terdiri dari 60 detik. Satu jam terdiri dari 60 menit. Satu hari adalah 24 jam. Apakah seorang MC bisa mempersingkat waktu misalnya satu menit menjadi 25 detik? Yang bisa dilakukan paling menyingkat kata waktu menjadi wkt. Tapi apakah lazim?
Penggunaan frase waktu dan tempat dipersilakan juga tidak tepat karena yang semestinya kita persilakan adalah pengisi acara. Jadi yang tepat misalnya, Acara berikutnya Laporan Ketua Panitia, Bapak Basuki dipersilakan.

Penggunaan kata menginjak/melangkah sudah disampaikan pada artikel MC yang Bermartabat.

Tibalah saatnya pada acara yang dinanti-nantikan. Ungkapan ini menunjukkan bahwa dari acara yang sedang berlangsung, terdapat acara yang lebih istimewa dibanding acara yang lain. Seorang MC semestinya mampu membuat hadirin merasa semua acara penting nilainya. Sambutan pejabat sama pentingnya dengan acara hiburan. Semua dinantikan oleh hadirin sehingga mau mengikuti acara dari awal hingga akhir. Oleh karenanya kalimat tersebut seyogyanya diganti dengan "Tibalah saatnya pada puncak acara HUT kota Balikpapan...dst".

Tugas seorang MC diantaranya adalah membuka dan menutup sebuah acara. Tapi seyogyanya penggunaan kata "buka dan tutup" dihindari. Sebagai gantinya dapat dipergunakan kalimat berikut:
  1. Hadirin yang kami hormati, dengan senantiasa memohon ridho Tuhan YME acara dimulai.
  2. Dengan berakhirnya acara tadi, sampai di sini pula acara pada hari ini. Selamat siang dan sampai jumpa.
Penyerahan mike kepada pemandu acara lain tidak perlu diucapkan. Peralihan acara dapat disampaikan disampaikan misalnya "Hadirin sekalian, acara berikutnya seminar.... yang akan dipandu oleh moderator...

Pemilihan kata yang disampaikan di atas hanyalah contoh belaka. Karena MC bukan ilmu pasti yang merupakan keharusan dan lebih pada selera seni maka kreatifitas sangatlah penting. Jadi mari kita menjadi MC yang cermat dan kreatif!

Rabu, 06 Mei 2009

MC yang Bermartabat

Suatu hari saya menghadiri undangan peresmian sebuah fasilitas hiburan di salah satu hotel ternama di Balikpapan. Dengan dibangun fasilitas tersebut diharapkan terjadi peningkatan hunian hotel serta ikut menggeliatkan pariwisata di kota ini. Acara peresmian yang dilanjutkan dengan jamuan makan malam tersebut merupakan acara formal dengan mengundang Walikota (saat itu diwakili oleh Wakil Walikota) untuk memberikan kata sambutan sekaligus membuka secara resmi.

Pembawa acaranya tampil menawan. Wajahnya cantik. Tubuhnya yang proporsional dibalut dengan gaun warna ungu. Tata rias yang berkesan mewah dipadu dengan asesoris yang tepat membuat hadirin terkesima oleh penampilan yang nyaris sempurna.

Akan tetapi ketika memasuki acara puncak, saya merasa terganggu (entah hadirin yang lain) ketika sang MC berkata,

"Menginjak acara berikutnya Sambutan Walikota Balikpapan sekaligus berkenan membuka secara resmi. Kepada bapak Rizal Effendi selaku Wakil Walikota Balikpapan, waktu dan tempat dipersilakan".

Olah suaranya cukup bagus dan berwibawa. Tapi jika disimak kalimat yang terucap hati saya menjadi miris. Mengapa? Dua frase yang bercetak tebal di atas ada baiknya kita cermati sejenak.

Penggunaan frase "menginjak acara berikutnya" menurut Saya tidak tepat. Kata "menginjak" menurut hemat saya mempunyai konotasi negatif. Cobalah simak kalimat berikut;
  1. Kakinya menginjak paku. (Sang pemilik kaki merasa tidak nyaman atau sakit.)
  2. Perbuatan orang itu menginjak harga diri pak Broto. (Pak Broto sakit hati)
  3. Tanpa sengaja kaki adik menginjak bibit bunga yang ditanam ibu. (Tanaman rusak dan mungkin ibu marah)
Pemakaian frase "waktu dan tempat dipersilakan" juga tidak benar. Pada acara tersebut yang dipersilakan memberikan sambutan dan meresmikan fasilitas hotel adalah walikota yang diwakili oleh wawali. Maka semestinya yang dipersilakan adalah wawali selaku tamu terhormat. Apakah waktu dan tempat dapat menggantikan wawali menyampaikan kata sambutan dan melakukan peresmian?

Lantas apa kalimat yang tepat?
Cobalah ucapkan kalimat di bawah ini dengan intonasi yang tepat, resmi, dan berwibawa!

"Acara berikutnya sambutan Wakil Walikota Balikpapan sekaligus berkenan membuka secara resmi restoran Borneo Hill, Bapak Rizal Effendi dipersilakan".

Bagaimana rasanya? Lebih nyaman, bukan?

Dalam berbagai kesempatan saya selalu menghindari penggunaan frase "menginjak acara berikutnya..." Mengapa?
  1. Tugas saya sebagai MC adalah memimpin jalannya acara dari awal hingga akhir dengan baik. Sungguh tidak pantas jika saya menginjak acara yang dibawakan, apalagi menginjak sambutan tamu terhormat.
  2. Saya khawatir tamu terhormat yang akan menyampaikan sambutan berkata, "Terima kasih saya ucapkan kepada pembawa acara yang telah menginjak sambutan yang akan saya sampaikan kepada hadirin!"
  3. Saya takut dikatakan sebagai pembawa acara yang tidak bermartabat, dianggap melakukan tindak kekerasan, atau melakukan perbuatan tidak menyenangkan.
Sekian...

Selasa, 05 Mei 2009

Lahir, Hidup, dan Mati


"Aku lahir menangis ketika orang-orang menyambut kelahiranku dengan senyum dan suka cita. Namun mampukah aku tersenyum ketika orang-orang mengantarkan kematianku dengan duka dan air mata".

Begitu tulis seorang sahabat tatkala kusodorkan diaryku sebagai tanda kenangan menjelang perpisahan kelas III SMAN Blabak di Muntilan, Jawa Tengah pertengahan tahun 1990 yang lalu.

Kalimat yang memiliki makna dalam. Sampai saat ini masih terngiang meski diary yang menyimpan kalimat itu kini entah dimana. Maklum lulus SMA saya merantau ke Jakarta melanjutkan sekolah di Prodip III STAN. Lulus tahun 1993 ditempatkan di sebuah BUMN di Klaten. Tahun 1999 dimutasi ke Pandangan, Rembang. Lantas pindah ke Cawas, Klaten tahun 2002. Januari 2006 mutasi lagi ke Kartasura. Tanggal 27 Mei 2006 Jogja diguncang gempa hebat. Efeknya sampai ke rumah mertua di Klaten. Akhirnya mulai 29 Mei 2006 ngungsi ke Balikpapan lantaran kebetulan dipromosikan ke kota minyak.

Allah SWT memang Maha Kaya dan mempunyai rencana yang tak pernah Saya duga.

Kembali ke....

Perjalanan hidup masih terus berlalu. Aku mencoba merenungkan kembali tulisan sahabat Saya tadi. Bukankah cukup lama telah kuarungi lautan kehidupan ini? Apa yang telah kulakukan untuk membuat bibirku tersenyum dalam kematianku nanti?

Ya Rabbi, berikan aku kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bermakna, yang berguna bagi sesama.