Selasa, 19 Juli 2016

MENGAYUH DAYUNG ARUNGI SUNGAI AYUNG

Bali tidak hanya terkenal dengan wisata budaya dan pantainya yang eksotis. Wisata alam berupa gunung atau sungai juga tak kalah menarik untuk dikunjungi. Bagi penggemar arung jeram, setidaknya ada dua sungai yang layak dicoba yaitu sungai Ayung dan sungai Telaga Waja. Kali ini petualangan menyusuri sungai Ayung menjadi kisah yang layak dituturkan.

Sungai Ayung, Ubud, 28 Mei 2016
Titik awal arung jeram sungai Ayung terletak di desa Payangan, Ubud, Bali. Dari Bandara Ngurah Rai lokasi dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Setelah  melewati kota Denpasar perjalanan menuju Ubud melalui perkampungan yang berhias pura khas Bali. Sesekali tampak relief alam Bali yang hijau atau hamparan sawah yang sedap dipandang mata.
Ada beberapa perusahaan penyedia jasa rafting yang beroperasi di sungai Ayung. Salah satunya adalah Sobek Adventures Specialist. Perusahaan ini cukup dikenal dengan profesinalisme dalam melayani tamu-tamunya.
Sampai di lokasi peserta diberikan safety briefing dan sedikit pemanasan. Suasana menjadi bertambah seru ketika pemanasan yang dilakukan dalam bentuk games yang lucu-lucu.
Begitu mau turun ke sungai, petualangan dimulai. Pasalnya untuk menuju starting point melewati jalan setapak dan menuruni tebing sebanyak kurang lebih 500 anak tangga dengan kecuraman sekitar 70-80 derajat. Sampai di tempat perahu tertambat paha terasa penat. Apalagi bagi mereka yang jarang berolah raga, pegalnya makin terasa.
Tetapi rasa pegal itu menjadi hilang setelah mengayuh dayung, mengarungi sungai Ayung. Arusnya tidak terlalu deras dan jeramnya pun tidak terlalu berbahaya sehingga cocok bagi pemula. Di salah satu dinding tebing terdapat ukiran khas Bali yang mengisahkan ephos Ramayana. Ukiran ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong karena keunikannya.
Aktivitas para penambang pasir yang bekerja keras menaikkan ke atas tebing puluhan meter tingginya juga menjadi pemandangan yang mewarnai sepanjang perjalanan. Yang lebih mengherankan, mayoritas buruh penambang pasirnya adalah perempuan.
Sesekali tampak pula hotel, cottage, atau homestay yang sengaja dibangun di pinggir sungai. Tidak salah jika dikatakan bahwa orang Bali memang benar-benar pekerja keras nan kreatif.
Selain ukiran di dinding tebing,  penambang pasir, hotel, cottage, dan homestay, sungai Ayung juga dihiasi dengan beberapa air terjun yang cukup bagus. Deburan air yang mengalir di antara rimbunnya tebing menyempurnakan keindahan dan sejenak dapat melupakan problema yang sesak di kepala.
Begitu indahnya suasana, tak terasa jarak 12 kilometer terselesaikan dalam 2 jam. Peserta pun naik di pemberhentian dan menikmati teh jahe yang cukup untuk sedikit menghangatkan tubuh.

Namun petualangan belum selesai. Peserta harus kembali menaiki tebing sepanjang kurang lebih 300 anak tangga. Meskipun jalur tak setajam di starting point, tetapi jarak tempuh lebih panjang dan membuat nafas cukup ngos-ngosan. Tetapi kelelahan itu sebanding dengan keindahan yang terhampar. Bali memang sering memanggil untuk kembali. (bta)

Minggu, 17 Juli 2016

PEGADAIAN SYARIAH HUKUMNYA HARAM

Begitu sebuah tulisan (fatwa) ustadz Shiddiq al Jawi sebagaimana dimuat di laman inilah.com dengan link : http://mozaik.inilah.com/read/detail/2309674/3-alasan-pegadaian-syariah-tetap-dihukumi-haram.
Ada tiga alasan yang disampaikan oleh sang ustadz :
Pertama, terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multi akad) yang dilarang syariah, yaitu akad gadai (atau akad qardh) dan akad ijarah (biaya simpan).
Kedua, terjadi riba walaupun disebut dengan istilah "biaya simpan" atas barang gadai dalam akad Qardh (utang) antara Pegadaian Syariah dengan nasabah.
Ketiga, terjadi kekeliruan pembebanan biaya simpan. Dalam kasus ini dikarenakan pihak murtahin (Pegadaian Syariah) yang berkepentingan terhadap barang gadai sebagai jaminan atas utang yang diberikannya, maka seharusnya biaya simpan menjadi kewajiban murtahin (Pegadaian Syariah), bukan kewajiban rahin (nasabah).


Sebagai seorang muslim yang dikaruniai akal sehat dan nurani dari Allah SWT, saya berkewajiban memanfaatkan karunia tersebut secara optimal dengan memberikan tanggapan. Mohon maklum saya awam, bukan seorang ustadz apalagi ulama. Jadi mohon maaf sekiranya tanggapan saya tidak se-syar’i dan seilmiah beliau.
Pertama, penggabungan dua akad dalam satu akad pada transaksi gadai syariah menurut hemat saya tidak menimbulkan madharat. Kedua akad tersebut menyepakati dua perkara yang sama sekali berbeda meskipun mengikat pada satu objek yang sama.
Akad al Qardh yakni akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan uang pinjaman yang diterimanya kepada Pegadaian Syariah pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Dan akad kedua adalah akad Ijarah yakni pembayaran upah (ujrah/fee) karena nasabah memperoleh jasa dari Pegadaian Syariah yang telah melakukan pekerjaan tertentu dalam hal ini menyimpan dan memelihara barang milik nasabah.
Penggabungan akad yang dilarang, menurut pemahaman saya adalah yang menimbulkan madharat (keburukan atau masalah) di kemudian hari. Misalnya satu barang menjadi jaminan bagi dua pinjaman yang berbeda misalnya BPKB dijaminkan di Pegadaian Syariah, sedangkan mobilnya dijaminkan kepada pihak lain. Yang demikian berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Kedua, biaya yang dibayarkan oleh nasabah adalah biaya simpan (ujrah/fee) karena Pegadaian Syariah telah menyimpan dan merawat barang jaminan yang dititipkan nasabah. Pegadaian Syariah bertanggung jawab (amanah) agar barang tersebut tidak mengalami kehilangan atau kerusakan.
Untuk mewujudkan keamanan dan keutuhan barang yang dititipkan, Pegadaian Syariah menyiapkan tempat yang aman, sarana dan prasarana yang kuat, sumber daya insani yang profesional, serta upaya lain yang mengeluarkan biaya.
Jadi, biaya simpan (ujrah/fee) bukan bunga (riba) atas uang pinjaman yang diberikan, melainkan kompensasi atas jasa yang telah dilakukan oleh Pegadaian Syariah dalam menyimpan dan memelihara barang jaminan yang dititipkan.
Ketiga, atas argumentasi bahwa pihak murtahin (Pegadaian Syariah) yang berkepentingan terhadap barang gadai sebagai jaminan atas utang yang diberikannya, maka seharusnya biaya simpan menjadi kewajiban murtahin (Pegadaian Syariah), bukan kewajiban rahin (nasabah).
Menurut hemat saya ini argumentasi yang terbalik (maaf, keblinger). Bagaimana tidak, sebuah lembaga yang sudah berbaik hati memberikan pinjaman tanpa bunga, tetapi justru menanggung biaya yang dikeluarkan akibat kerja kerasnya memelihara dan menyimpan barang yang dititipkan kepadanya.
Kalau tidak boleh memungut biaya dari nasabah yang memperoleh manfaat atas barang berharga miliknya, bagaimana Pegadaian Syariah membayar biaya yang dikeluarkan?
Islam dalam Pemahaman Saya
Islam (salam) dalam pemahaman saya adalah agama rahmatan lil’alamiin. Ia menjadi pembawa keselamatan, kesejahteraan, kebaikan, dan keberkahan bagi semesta alam. Islam adalah solusi bagi setiap permasalahan manusia. Bukan sarana untuk menakut-nakuti, mengancam, atau menebarkan kesedihan. Islam membawa kabar gembira bagi seluruh umat manusia.
Allah SWT berfirman : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imron : 104)
Kita diperintahkan untuk menyeru, mengajarkan, melakukan kebajikan terlebih dahulu baru kemudian mencegah atau melarang pada kemungkaran. Sebagaimana Rosulullah Muhammad SAW mengajarkan shalat terlebih dulu sebelum mengharamkan minuman keras (khamr).
Akan lebih bijak apabila kita mempersiapkan terlebih dahulu lembaga gadai yang benar-benar syar’i, sebelum mengharamkan praktek Pegadaian Syariah. Analoginya persiapkan dulu rumah tinggal yang layak sebelum menggusur pemukiman kumuh.
Manusia diciptakan Allah SWT menjadi khalifah yang pandai memberi solusi dan manfaat. Karenanya tidak mengherankan jika Rosul bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
Allah SWT juga berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)
Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga yang mengemban amanah dan dijadikan rujukan pemerintah untuk mengatur dan mengawasi Lembaga Keuangan Syariah termasuk Pegadaian Syariah. Pegadaian Syariah sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara tunduk dan patuh terhadap fatwa yang dikeluarkan MUI.
Setiap produk dan layanan yang dikeluarkan oleh Pegadaian Syariah selalu diciptakan melalui kajian kajian yang mendalam oleh para cendikiawan muslim yang ditunjuk sebagai Dewan Pengawas Syariah. Oleh karena itu jika produk-produk tersebut melanggar ketentuan syar’i tentu tidak akan disampaikan kepada umat, atau jika telanjur tentu akan segera ditarik dari masyarakat.
Dalam beberapa diskusi yang saya lakukan dengan pihak-pihak yang tidak setuju dengan bisnis Pegadaian Syariah, mereka selalu berlindung di balik pernyataan: “Ulama yang tergabung dalam MUI juga manusia biasa yang bisa salah, jadi fatwa yang dikeluarkan pun bisa keliru”.
Tetapi rasanya juga tidak adil apabila ustadz atau ulama yang berada di luar MUI merasa menjadi makhluk yang paling benar dan paling berhak menghakimi manusia yang lain.
Wallahu’alam bishawab.

Basuki Tri Andayani

Warga Negara Indonesia, makhluk yang lemah, dan pernah bertugas di Kantor Cabang Pegadaian Syariah di Kemang Selatan dan Botanical Junction, Jakarta, Indonesia.

Rabu, 13 Juli 2016

AYO, MERENCANAKAN BIAYA PENDIDIKAN ANAK-ANAK KITA!

Ilustrasi (Dok. Pegadaian)
Pendidikan merupakan kebutuhan yang mutlak diberikan kepada anak-anak kita. Ibarat menanam benih, dengan pendidikan yang kita berikan akan menghasilkan buah di masa yang akan datang. Makanya tak heran jika ada sebagian masyarakat yang mengkategorikan biaya pendidikan sebagai investasi, yakni investasi sumber daya manusia.
Tak dapat dimungkiri, meskipun pemerintah menyiapkan program-program pendidikan yang berpihak pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, kita masih memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan hasil terbaik dari pendidikan anak-anak kita. Biaya tambahan bimbingan belajar, buku, kost, transportasi, dan beragam biaya lainnya alangkah bijaksana jika dipersiapkan sejak awal, agar tidak membebani keuangan keluarga di kemudian hari.
Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam mempersiapkan biaya pendidikan. Perbankan mengeluarkan produk tabungan pendidikan, perasuransian mengeluarkan produk asuransi pendidikan. Ada pula model tabungan emas yang dapat dijadikan alternatif dalam perencanaan keuangan.
Sejak zaman dahulu, orang-orang tua kita memilih emas sebagai sarana investasi atau tabungan. Mengapa emas dipilih sebagai sarana investasi?
Pertama, emas memiliki nilai yang relatif stabil bahkan cenderung naik. Tahun 1990-an harga emas murni pergram berada dibawah angka Rp. 50 ribuan. Begitu memasuki krisis 1998 melonjak sampai Rp. 200 ribu, dan saat ini di tahun 2016 mendekati angka Rp. 600 ribu pergram. Terbukti, emas menjadi pilihan investasi yang aman, terbebas dari inflasi dan memiliki fungsi lindung nilai ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi yang mengakibatkan fluktuasi nilai mata uang.
Kedua, investasi emas itu nyata. Fisik barang dikuasai oleh pemilik atau investor, sehingga risiko investasi disalahgunakan oleh pihak lain dapat diminimalkan. Bahkan emas perhiasan dapat dipakai untuk mendukung penampilan dan meningkatkan rasa percaya diri. Bagi kalangan tertentu emas menjadi bagian dari gaya hidup mereka.
Ketiga, emas mempunyai likuiditas tinggi, mudah dibawa, dan diperjualbelikan dimana saja serta kapan saja. Volume barang yang terbuat dari emas relatif kecil tetapi memiliki nilai uang yang cukup tinggi. Coba bandingkan emas senilai Rp. 500 juta dengan mobil yang seharga, emas cukup disimpan dalam laci, sedangkan mobil perlu garasi.
Lantas, bagaimana cara merencanakan biaya pendidikan dengan emas?
Misalnya anak kita tiga tahun kedepan masuk ke SMA favorit dengan biaya Rp.18 juta. Dengan asumsi harga emas stabil Rp. 600 ribu pergram, maka kita perlu 30 gram emas untuk membiayainya. Tiap tahun kita harus mempersiapkan 10 gram emas sehingga di tahun ketiga ketika diperlukan emas 30 gram telah terkumpul.
Untuk mendapatkan emas tersebut dapat memanfaatkan produk MULIA (Murabahah Logam Mulia Investasi Abadi) di Pegadaian. Pembelian emas dapat dilakukan secara tunai maupun angsuran mulai jangka waktu 3 sd. 36 bulan dengan muka minimal 20%. Pembelian angsuran dapat dilakukan secara perorangan, kolektif atau arisan.
Begitu proses pembelian selesai, Pegadaian langsung mengorder emas yang dibeli. Untuk pembelian secara tunai emas dapat diterima secara langsung atau selambat-lambatnya  30 hari tergantung stok barang dan lokasi pembelian. Apabila dibeli secara angsuran, emas akan diserahkan setelah lunas pembayarannya.
Selain pembelian dengan sistem angsuran tetap, Pegadaian juga melayani tabungan emas. Setoran tabungan dapat dilakukan dengan uang minimal Rp. 5 ribu-an atau setara dengan emas seberat 0,01 gram. Uang yang ditabung langsung dikonversikan ke satuan berat emas. Tabungan dapat diambil dalam bentuk emas batangan dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, dan 250 gram atau dalam bentuk uang tunai sesuai harga buy back saat pencairan.
Ingat, masa depan adalah buah dari benih yang kita tanam hari ini. (bta)