Rabu, 14 Maret 2018

BALKONDES, KONSEP BARU PENGEMBANGAN WISATA PEDESAAN



Borobudur, siapa yang tak kenal nama ini? Sebuah kota kecamatan tempat candi terbesar dan termegah di dunia yang ada di Magelang, Jawa Tengah ini dikunjungi oleh jutaan wisatawan domestik maupun manca negara setiap tahunnya. Popularitas candi Budha ini menjadikan candi Borobudur sebagai destinasi wisata terkemuka di pulau Jawa, bahkan di Indonesia.

Namun demikian, tingginya kunjungan wisatawan di Candi Borobudur tidak serta merta memberikan dampak perekonomian yang baik bagi masyarakat di sekitarnya. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Nuryanto, warga desa Wanurejo sampai beberapa tahun lalu. Alasannya sederhana, benda-benda yang dijual sebagai cindera mata di pelataran candi mayoritas berasal dari luar daerah. Amat sedikit yang diproduksi oleh warga lokal, katanya. “Sampai beberapa tahun lalu kami lebih banyak tampil sebagai penonton,” katanya.

Apa yang dirasakan oleh warga ini menginspirasi PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (PT TWC) sebagai pengelola candi Borobudur untuk mengembangkan desa yang berada di sekitar candi. PT TWC dengan program CSR-nya mempelopori pembangunan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di desa Borobudur pada tahun 2016.

Pembangunan Balkondes ini dilatarbelakangi pemikiran untuk membangun ekonomi berkelanjutan bagi warga desa dalam mewujudkan sistem kepariwisataan terpadu (Interconecting Tourism System) yang berbasis komunitas. Upaya ini diharapkan mampu menghidupkan potensi kawasan di sekitar candi Borobudur dengan menciptakan wisata yang sifatnya live in dan village tour.

Inisiasi PT TWC ini mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian BUMN dengan melakukan sinergi BUMN.  Sinergi ini diimplementasikan dengan memberikan sponsorship melalui program CSR dengan skema “One Village One Balkondes”. Perusahaan-perusahaan BUMN berbagi tugas membangun Balkondes di 20 desa yang terletak di kecamatan Borobudur. Tidak hanya itu mereka juga membangun 10 homestay serta workshop di tiap desa sebagai etalase produk-produk unggulan warga.

Konsep praktis dari pembangunan Balkondes tersebut memuat dua hal. Pertama, balai yang menjadi sentral pelayanan dasar pariwisata yakni kuliner dan hospitality. Wisatawan yang hadir di Borobudur diarahkan untuk mengunjungi balai yang menyajikan atraksi berbasis alam dan budaya lokal. Layanan kuliner dan atraksi wisata ini dilakukan oleh warga setempat sehingga dapat meningkatkan perekonomian warga.

Kedua, homestay yang memberikan layanan penginapan membaur dengan warga. Wisatawan yang tinggal bersama penduduk akan memberikan pengalaman baru bagi mereka. Selain itu wisatawan bisa melihat, mengamati, dan mengalami langsung kehidupan, budaya, serta kearifan lokal yang ada dalam masyarakat. Namun demikian, homestay tetap dibangun dengan standar perspektif global yakni standar minimal pelayanan internasional.

Untuk menghubungkan Balkondes yang tersebar di 20 desa tersebut, tersedia beragam moda transportasi misalnya andong/dokar, mobil antik, kereta mini,  becak, serta ojek. Selain itu masyarakat juga menyediakan persewaan sepeda atau sepeda motor. Hal ini tentu saja membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar.

Belum lagi untuk memenuhi kebutuhan kuliner dan cinderamata bagi wisatawan, kreativitas warga pun semakin terasah dan meningkat dari waktu ke waktu. Aktivitas tersebut tentu berdampak pula bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Begitu pula dengan para pegiat kesenian daerah, mereka mendapatkan panggung yang memadai untuk menampilkan kreasinya.

Yang lebih unik, Balkondes di setiap desa mempunyai kekhasan yang berbeda-beda sehingga para wisatawan yang berkunjung akan memperoleh pengalaman beragam. Misalnya, Balkondes desa Bigaran yang mengusung tema “Nafas seni dan tradisi dalam balutan asri desa”, Balkondes desa Karangrejo dengan sajian kuliner organik, Balkondes desa Bumiharjo yang menyajikan permainan anak-anak tradisional (dolanan) Nusantara dan sebagainya.

Kehadiran Balkondes di kecamatan Borobudur telah menginspirasi warga untuk terus berkreasi tidak hanya di sektor pariwisata dan budaya, tetapi juga pertanian. Wafda, salah seorang pengelola Balkondes desa Majaksingi menuturkan bahwa salah satu produk unggulan balkondesnya adalah kedai kopi. Nah, kopi yang diseduh di kedai adalah hasil panen dari kebun warga. “Kami menolak ketika warga desa lain menawarkan kopi mereka. Kami ingin kopi Majaksingi dikenal oleh para wisatawan, dinikmati di sini dan dijadikan oleh-oleh saat pulang,” katanya. 

Balkondes telah menjadi model baru pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas dalam rangka peningkatan ekonomi warga kecamatan Borobudur. Keterpaduan sistem kepariwisataan dengan penggarapan potensi masyarakat sekitar destinasi wisata di tempat tersebut diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.