Selasa, 08 Oktober 2019

SOEKABOEMI TEMPO DOELOE : Membangun Masa Depan dengan Belajar pada Masa Lalu

Basuki Tri Andayani menjelaskan penggunaan jam jaga tempo dulu
Aroma masa lalu merebak di selasar Wisma Wisnu Wardhani di bilangan Jalan Bayangkara No. 12 RT:04 RW:04 Cikole Sukabumi. Begitu memasuki halaman, pengunjung disuguhi aneka foto hitam putih yang menggambarkan suasana kota. Menuju teras rumah bekas notaris terkenal bernama Harry Schottel yang meninggal tahun 1932 ini, terparkir beberapa motor antik seperti BSA hingga Harley Davidson lawas berjajar menyambut.
“Soekaboemi Tempo Doeloe” merupakan pameran yang menampilkan beragam benda kuno selama dua hari yakni Sabtu-Minggu, 5-6 Oktober 2019. Barang-barang perlengkapan rumah tangga seperti piring, sendok, kain batik hingga perlengkapan sekolah dan alat kantor terpajang rapi di gedung tua yang kini menjadi aset Sekolah Pembentukan Perwira (Stukpa) Polri ini.
Dikutip dari laman Wikipedia, nama "Soekaboemi" pertama kali digunakan pada tanggal 13 Januari 1815 oleh Andries Christoffel Johannes de Wilde. Dalam catatan arsip Hindia Belanda ditulis, De Wilde adalah seorang ahli bedah dan administratur perkebunan kopi dan teh berkebangsaan Belanda (Preanger Planter) yang membuka lahan perkebunan di Kepatihan Tjikole.
Dalam laporan surveinya, De Wilde mencantumkan nama Soeka Boemi sebagai tempat ia menginap di Kepatihan Tjikole. De Wilde lalu mengirim surat kepada temannya Nicolaus Engelhard yang menjabat sebagai administrator Hindia Belanda, ia meminta Engelhard untuk mengajukan penggantian nama Kepatihan Tjikole menjadi Kepatihan Soekaboemi kepada Thomas Stamford Raffles, Gubernur Hindia Belanda saat itu.
Ada dua pendapat mengenai asal nama Sukabumi yang digunakan oleh De Wilde. Pendapat pertama mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata dalam bahasa Sunda, yaitu Suka dan Bumen (Menetap) yang bermakna suatu kawasan yang disukai untuk menetap, dikarenakan iklim Sukabumi yang sejuk. Pendapat kedua mengatakan bahwa nama Sukabumi berasal dari kata bahasa Sanskerta, yaitu Suka (kesenangan, kebahagiaan, kesukaan) dan Bhumi (bumi, tanah) sehingga nama Sukabumi memiliki arti "Bumi yang disenangi" atau "Bumi yang disukai".
De Wilde sendiri lalu menjual kembali tanahnya di Soekaboemi kepada pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1823. Lokasi strategis Soekaboemi diantara Batavia dan Bandoeng dan hasil buminya yang banyak menyumbang pemasukan bagi pemerintah Hindia Belanda merupakan faktor dibangunnya jalur kereta dari Boeitenzorg ke Soekaboemi yang terhubung pada tahun 1882. Jalur yang dibangun oleh perusahaan Staatspoorwagen ini menjadi jantung distribusi dalam pengangkutan hasil bumi seperti teh, kopi, dan kina ke pelabuhan Tandjoeng Priok di Batavia.
Soekaboemi juga dikenal sebagai tempat percetakan surat kabar keturunan Tionghoa pertama di Indonesia yaitu Li Po pada tahun 1901 yang berbahasa Melayu-Tionghoa. Kota Sukabumi sendiri akhirnya ditetapkan sebagai kotapraja pada 1 April 1914 berdasarkan Staatsblad 1914 no. 310-311 Pemerintahan Hindia Belanda dengan ibu kota Cikole.
 
Basuki Tri Andayani dan Walikota Sukabumi Akhmad Fahmi dalam acara pameran "Soekaboemi Tempo Doeloe" Sabtu 05/10/2019
PT Pegadaian (Persero) mendapat perhatian khusus untuk menjadi peserta pameran. Ini tak lepas dari sejarahnya sebagai perusahaan milik negara Hindia Belanda yang didirikan pertama kali di kota ini pada 1 April 1901, berdasarkan Staatsblad No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah. Karena itu sebagai bentuk dukungan Pegadaian menampilkan sebagian koleksi museum. Pegadaian mengusung tema jejak Pegadaian sejak jaman VOC sampai era tahun 1990-an.
Walikota Sukabumi Akhmad Fahmi tampak antusias saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Sabtu (05/10/2019). Dalam dua hari ini katanya, warga Sukabumi diajak kembali sejenak merasakan nuansa masa lalu melalui sarana transpotasi, permainan tradisional, busana maupun kuliner yang tersedia. Tapi bukan untuk mengajak hidup ke masa lalu melainkan untuk belajar pada karya cipta yang telah dibuat oleh para pendahulu.
“Pendiri bangsa sekaligus proklamator negeri ini mengatakan, ‘Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah’. Itu artinya bahwa dari sejarah kita dapat belajar pada para pendahulu kita bagaimana mereka hidup, berjuang dan memberikan kontribusi terbaiknya bagi masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu kita sebagai generasi masa kini harus belajar dan bekerja melakukan yang terbaik  untuk masa depan”.
Pegadaian kata Fahmi, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Sukabumi. Karenanya ke depan pemkot sedang merancang konsep wisata heritage untuk memperkenalkan tempat-tempat bersejarah di Sukabumi sebagai destinasi wisata, termasuk Pegadaian. Dengan konsep seperti ini diharapkan generasi muda tidak buta sejarah, tetapi terus mengambil pelajaran dari masa lalu untuk mempersiapkan masa depan.
#basabasukibukanbasabasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar