Suatu sore, aku mengajak keluarga kecilku makan bareng di food court sebuah mall kota Jogja. Sampai di lokasi istriku ‘N begitu saya
memanggil saat pacaran dulu, mendata menu apa yang anak-anakku mau. Kami duduk
melingkar di sebuah meja makan yang tidak terlalu besar. Singkat cerita sore
itu menjadi momen quality time yang tak biasa.
Saya, ‘N istriku , serta Ky, Key
dan Kyo ketiga anakku duduk satu meja makan bareng. Apalagi dilakukan dalam
rangka HUT ke-46 sang Kepala Keluarga. Ditambah kehadiran tiga keponakan
suasana jadi tambah seru.
Usai makan ku tengok jarum jam di tangan. Wah, waktunya
shalat Ashar nih!
Lalu aku pun pamit untuk shalat. Rupanya Kyo, si bontot yang
masih kelas satu SD masih mau deket-dekat sama papanya. Maklum kami ketemu
paling dua minggu sekali. Itupun kalau tidak tersita libur akhir pekanku untuk
mengikuti agenda perusahaan.
“Pah, papah jangan tinggalin Kyo…” rajuknya.
“Papa shalat dulu dik…” jawabku.
“Kenapa sih papa harus shalat tiap hari. Sehari sajalah pah
gak usah shalat, kenapa sih?” tanya si Kecil.
“Anakku, shalat itu cara kita berterima kasih sama Allah. Siapa
yang memberi nafas, siapa yang memberi kehidupan? Kita harus berterima kasih
kepada Allah yang memberi kita nafas dan kehidupan. Makanya selama kita masih
bisa bernafas, masih hidup, jangan tinggalkan shalat!”
“Jadi kalau kita mati baru dishalatin gitu?”
“Betul, selama hidup kita wajib shalat. Dan hanya orang yang
shalat ketika hidup, yang berhak untuk dishalati ketika mati, oke?”
“Ya, pah!” kata Kyo sambil manggut-manggut.
Shalat adalah salah
satu cara manusia berterima kasih dan bersyukur pada Allah Tuhannya. Barangsiapa yang berterima
kasih dan bersyukur akan ditambahlah nikmat dari-Nya. Sebaliknya mereka yang
kufur, silakan menunggu azab-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar