Minggu, 17 Juli 2016

PEGADAIAN SYARIAH HUKUMNYA HARAM

Begitu sebuah tulisan (fatwa) ustadz Shiddiq al Jawi sebagaimana dimuat di laman inilah.com dengan link : http://mozaik.inilah.com/read/detail/2309674/3-alasan-pegadaian-syariah-tetap-dihukumi-haram.
Ada tiga alasan yang disampaikan oleh sang ustadz :
Pertama, terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multi akad) yang dilarang syariah, yaitu akad gadai (atau akad qardh) dan akad ijarah (biaya simpan).
Kedua, terjadi riba walaupun disebut dengan istilah "biaya simpan" atas barang gadai dalam akad Qardh (utang) antara Pegadaian Syariah dengan nasabah.
Ketiga, terjadi kekeliruan pembebanan biaya simpan. Dalam kasus ini dikarenakan pihak murtahin (Pegadaian Syariah) yang berkepentingan terhadap barang gadai sebagai jaminan atas utang yang diberikannya, maka seharusnya biaya simpan menjadi kewajiban murtahin (Pegadaian Syariah), bukan kewajiban rahin (nasabah).


Sebagai seorang muslim yang dikaruniai akal sehat dan nurani dari Allah SWT, saya berkewajiban memanfaatkan karunia tersebut secara optimal dengan memberikan tanggapan. Mohon maklum saya awam, bukan seorang ustadz apalagi ulama. Jadi mohon maaf sekiranya tanggapan saya tidak se-syar’i dan seilmiah beliau.
Pertama, penggabungan dua akad dalam satu akad pada transaksi gadai syariah menurut hemat saya tidak menimbulkan madharat. Kedua akad tersebut menyepakati dua perkara yang sama sekali berbeda meskipun mengikat pada satu objek yang sama.
Akad al Qardh yakni akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan uang pinjaman yang diterimanya kepada Pegadaian Syariah pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Dan akad kedua adalah akad Ijarah yakni pembayaran upah (ujrah/fee) karena nasabah memperoleh jasa dari Pegadaian Syariah yang telah melakukan pekerjaan tertentu dalam hal ini menyimpan dan memelihara barang milik nasabah.
Penggabungan akad yang dilarang, menurut pemahaman saya adalah yang menimbulkan madharat (keburukan atau masalah) di kemudian hari. Misalnya satu barang menjadi jaminan bagi dua pinjaman yang berbeda misalnya BPKB dijaminkan di Pegadaian Syariah, sedangkan mobilnya dijaminkan kepada pihak lain. Yang demikian berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Kedua, biaya yang dibayarkan oleh nasabah adalah biaya simpan (ujrah/fee) karena Pegadaian Syariah telah menyimpan dan merawat barang jaminan yang dititipkan nasabah. Pegadaian Syariah bertanggung jawab (amanah) agar barang tersebut tidak mengalami kehilangan atau kerusakan.
Untuk mewujudkan keamanan dan keutuhan barang yang dititipkan, Pegadaian Syariah menyiapkan tempat yang aman, sarana dan prasarana yang kuat, sumber daya insani yang profesional, serta upaya lain yang mengeluarkan biaya.
Jadi, biaya simpan (ujrah/fee) bukan bunga (riba) atas uang pinjaman yang diberikan, melainkan kompensasi atas jasa yang telah dilakukan oleh Pegadaian Syariah dalam menyimpan dan memelihara barang jaminan yang dititipkan.
Ketiga, atas argumentasi bahwa pihak murtahin (Pegadaian Syariah) yang berkepentingan terhadap barang gadai sebagai jaminan atas utang yang diberikannya, maka seharusnya biaya simpan menjadi kewajiban murtahin (Pegadaian Syariah), bukan kewajiban rahin (nasabah).
Menurut hemat saya ini argumentasi yang terbalik (maaf, keblinger). Bagaimana tidak, sebuah lembaga yang sudah berbaik hati memberikan pinjaman tanpa bunga, tetapi justru menanggung biaya yang dikeluarkan akibat kerja kerasnya memelihara dan menyimpan barang yang dititipkan kepadanya.
Kalau tidak boleh memungut biaya dari nasabah yang memperoleh manfaat atas barang berharga miliknya, bagaimana Pegadaian Syariah membayar biaya yang dikeluarkan?
Islam dalam Pemahaman Saya
Islam (salam) dalam pemahaman saya adalah agama rahmatan lil’alamiin. Ia menjadi pembawa keselamatan, kesejahteraan, kebaikan, dan keberkahan bagi semesta alam. Islam adalah solusi bagi setiap permasalahan manusia. Bukan sarana untuk menakut-nakuti, mengancam, atau menebarkan kesedihan. Islam membawa kabar gembira bagi seluruh umat manusia.
Allah SWT berfirman : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imron : 104)
Kita diperintahkan untuk menyeru, mengajarkan, melakukan kebajikan terlebih dahulu baru kemudian mencegah atau melarang pada kemungkaran. Sebagaimana Rosulullah Muhammad SAW mengajarkan shalat terlebih dulu sebelum mengharamkan minuman keras (khamr).
Akan lebih bijak apabila kita mempersiapkan terlebih dahulu lembaga gadai yang benar-benar syar’i, sebelum mengharamkan praktek Pegadaian Syariah. Analoginya persiapkan dulu rumah tinggal yang layak sebelum menggusur pemukiman kumuh.
Manusia diciptakan Allah SWT menjadi khalifah yang pandai memberi solusi dan manfaat. Karenanya tidak mengherankan jika Rosul bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
Allah SWT juga berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)
Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga yang mengemban amanah dan dijadikan rujukan pemerintah untuk mengatur dan mengawasi Lembaga Keuangan Syariah termasuk Pegadaian Syariah. Pegadaian Syariah sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara tunduk dan patuh terhadap fatwa yang dikeluarkan MUI.
Setiap produk dan layanan yang dikeluarkan oleh Pegadaian Syariah selalu diciptakan melalui kajian kajian yang mendalam oleh para cendikiawan muslim yang ditunjuk sebagai Dewan Pengawas Syariah. Oleh karena itu jika produk-produk tersebut melanggar ketentuan syar’i tentu tidak akan disampaikan kepada umat, atau jika telanjur tentu akan segera ditarik dari masyarakat.
Dalam beberapa diskusi yang saya lakukan dengan pihak-pihak yang tidak setuju dengan bisnis Pegadaian Syariah, mereka selalu berlindung di balik pernyataan: “Ulama yang tergabung dalam MUI juga manusia biasa yang bisa salah, jadi fatwa yang dikeluarkan pun bisa keliru”.
Tetapi rasanya juga tidak adil apabila ustadz atau ulama yang berada di luar MUI merasa menjadi makhluk yang paling benar dan paling berhak menghakimi manusia yang lain.
Wallahu’alam bishawab.

Basuki Tri Andayani

Warga Negara Indonesia, makhluk yang lemah, dan pernah bertugas di Kantor Cabang Pegadaian Syariah di Kemang Selatan dan Botanical Junction, Jakarta, Indonesia.

18 komentar:

  1. Allahu Akbar !!!
    Suuuper Mantap bpk. Basuki...
    Pegadaian Syariah Benar Caranya Berkah Hasilnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin... semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahan kita semua...

      Hapus
    2. Bos jangan plintir2 ayat alquran itu. Jangan salah gunakan ayat. Hati2lah. Niscaya azab Allah pedih dan pasti. Sesama manusia saya hanya bisa mengingatkan saja. Tak ada kuasa tanpa kuasa Allah. Bank BNI sedang gandeng ustad edward sbg ahli muamalah islam. Gandenglah beliau. Agar bisa membereskan akad2 dan produk2 di pegadaian biar selamat dunia akhirat. Jika tdk bisa dibenari. Tinggalkanlah jika mau meninggalkannya. Wassallam.
      Wallahu'alam

      Hapus
    3. Maaf ustad erwandi tarmidzi maksudnya

      Hapus
    4. Terima kasih sudah diingatkan. Semoga menuntun saya kepada cahaya kebenaran dan menjadi kebaikan bagi akhi Yudhi Arrahman... Aamiiin...

      Hapus
  2. Mungkin ustadz Shiddiq al Jawi sedang lelah sehingga membuat tulisan tanpa melihat mudharat/maslahat yg dtimbulkan atas tulisan tersebut..

    Sehingga mengartikan nya sebagian2.
    Padahal didalam Ajaran Islam itu tidak bisa mengartikan sebagian2 kutipan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudharat? Apa antum tau riba mudharat semua tdk ada manfaat. Antum tau brp hutang negara 2000 T. Apa bermanfaat? Tdk yg ada kekayaan negara dikuras bankir yaitu IMF.

      Lihatlah quran dan baca hadist2 tentang riba itu jelas. Siapapun ulamanya kl tdk punya kepentingan di riba pasti menolak riba.

      Takutlah pada Allah. Jangan dahulukan akal. Apalagi akal-an tapi bersandarlah pada quran dan hadist. Insha Allah selamat.

      Hapus
    2. Sumber masalahnya kan di situ, bagaimana memenuhi dana pembangunan sebesar ribuan triliun tanpa melalui hutang. Itu PR besarnya dalam membangun peradaban Islam sesuai cita-cita kita semua. Ada ide?

      Hapus
  3. Mungkin ustadz Shiddiq al Jawi sedang lelah sehingga membuat tulisan tanpa melihat mudharat/maslahat yg dtimbulkan atas tulisan tersebut..

    Sehingga mengartikan nya sebagian2.
    Padahal didalam Ajaran Islam itu tidak bisa mengartikan sebagian2 kutipan.

    BalasHapus
  4. Apa yg ditulis utad assidiq itulah kebenaran. Berdasarkan dalil. Bukan akal semata. Kenyataan disandingkan dg quran dan hadist. Kebanyakan manusia hanya menggunakan akal. Tanpa peduli yg diperintahkan Allah.

    Memang sulit diterima krn asap dapur ada disana. Tetapi bagi org yg tidak bersinggungan. Maka dia akan lbh menerima kevebaran itu.

    Ibarat gelas. Jika sudah penuh diisi lagi maka akan tumpah. Tapi kalau gelas itu disiskan space kosong. Maka dia akan menampungnya.

    Begitulah semestinya manusia.sisakan ruang logika untuk menerima kebebaran Insha Allah. ALLAH AKAN BERI HIDAYAH

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah...! Saudaraku Yudhi Arrahman, apa yg anda tulis betul2 adil. Meyampaikan apa yg benar yg datangnya dari Allah SWT dan RasulNya. Dan manusia lebih memakai akal bahkan yg dikhawatirkan adalah akal akalan. Semoga Allah SWT Memberikan HidayahNya kepada kita semua. Amin Allahumma Amin..!

      Hapus
  5. Apakah Pegadaian Syariah terdapat denda keterlambatan setelah jatuh tempo hutang? Jika ada, maka itu termasuk RIBA Jahiliyah. Pada Surat An-Nisa : 160-161, Allah melarang Riba Jahiliyah, karena pada saat itu Orang2 Arab Jahiliyah suka memberi denda atas keterlambatan pembayaran hutang. Ayat tsb merupakan Asbabun Nuzul dari Riba Jahiliyah.

    Setelah saya baca, memang benar apa yg disampaikan Ust Shiddiq Al Jawi. Dan kajian ttg Riba ini sdh banyak disampaikan, spt oleh Ust. Dr. Erwandi Tarmizi, MA, Ust. Dr. Muhamad Arifin Badri, MA, bahkan Buya Yahya juga sering menyinggung ttg praktik RIBA dalam gadai. (Bisa cek di Youtube). Tentu mereka menyampaikan berdasarkan Al-qur'an dan hadits. Bukan menggunakan Logika manusia dan hawa nafsu.

    Kami hanya menyampaikan, masalah Hidayah itu kehendak Allah Azza Wajalla.

    Wallahu'alam.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Rejeki ada 3 : 1. haram --> 2. Meragukan --> 3. Halal...(hanya bisa berdoa Ya Allah Berilah aku rejeki yang Halal) saya buka Mufti , saya hanya bisa menyimak dan berdoa semoga diberi rejeki yang Halal dan dijaukah dari perkara yang Haram. Kalau Antum Bukan Mufti hanya sekedar ustdz apalagi hanya tau dari internet Mohon Maaf , Tanyakan langsung pada ahlinya pasti tau jawabanya. pendapat anda bisa jadi menjadi ajab bagi diri anda sendiri. semoga manfaat , menafsirkan Al-Quran harus menguasai 15 bidang ilmu. Semoga Manfaat.

    BalasHapus
  8. Bagaimana dengan pegadaian konvensional ?

    BalasHapus
  9. Strongly love this post!!!
    Tengkyu pak se-tengkyu2nya atas tulisannya.

    Berkah berlimpah. Aamiin

    BalasHapus
  10. Bertobatlah saudaraku seiman
    Tidak ada riba yang bikin tenang
    Tidak ada riba yang mendatangkan keberkahan

    BalasHapus
  11. Pembahasan yg menarik,namun sensitif.
    Sy pernah meminjam uang dr pegadaian Syariah.namun konsep nya sih sama2 aja kayak bank umumnya hanya diganti bahasanya (islami) dan sdkit lbih murah bunga nya.dlm arti bunganya FLAT .
    Tp dr artian ada denda ( sy lupa istilah d pegdaiannya) ko sma sama aja sih.
    Menolong iya,tp sbtulnya menjerumuskan suatu saat nanti.
    Sy bukan ustadz .tp sy jg punya akal,dan sy tdk slalu nnggunakan akal dlm keseharian,sy pun nnggunakan keyakinan.itukan landasan Islam? Bukan hanya akal.krn Atheis pun berakal dan jenius malahan.

    BalasHapus